Peran Penting Diversifikasi Protein untuk Memperkuat Ketahanan Pangan Indonesia

edited February 2021 in STEM

Salah satu tantangan terbesar dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk adalah ketersediaan bahan pangan yang cukup dan bernutrisi. Ketika berbicara soal nutrisi, sistem pangan global saat ini memusatkan perhatian pada salah satu makronutrien yang dianggap paling esensial oleh masyarakat yaitu protein, khususnya protein hewani. 

Pada tahun 2018, OECD dan FAO mencatat peningkatan konsumsi protein hewani global mencapai 30% selama 15 tahun terakhir dan diproyeksikan akan terus meningkat 13% setiap 10 tahun. Dalam laporan yang sama, OECD dan FAO mencatat bahwa peningkatan konsumsi protein hewani di negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia, lebih besar dibandingkan negara-negara maju. Hal ini disebabkan tingginya laju peningkatan pendapatan dan populasi di negara-negara berkembang. Pertanyaannya, apakah sistem produksi protein hewani konvensional (sistem ternak skala besar) yang saat ini diterapkan dapat menunjang tingginya laju permintaan? Sayangnya tidak. WRI memproyeksikan akan terjadi adanya land gap yang berpuncak pada tahun 2050 jika kita terus berpegang pada sistem ternak skala besar. Dibutuhkan sekiranya 593.000.000 hektar (dua kali luas India) lahan tambahan untuk ekspansi lahan pertanian dan ternak untuk mencukupi kebutuhan pangan 10.000.000 penduduk bumi pada tahun 2050. 

Masalah lain yang disebabkan oleh sistem ternak skala besar adalah peningkatan emisi gas rumah kaca yang berpuncak pada dihasilkannya 11 gigaton emisi gas rumah kaca hingga 2050. Angka yang cukup besar untuk mematahkan tujuan Paris Agreement 2015 untuk menekan pemanasan global dibawah 20C. 

Mari kita diskusikan

1. Langkah apa yang dapat diambil industry-industri pangan Indonesia? 

2. Bagaimana kita dapat belajar dari gencarnya perusahan-perusahaan pangan di Uni Eropa dalam mencari alternatif protein hewani?


Comments

Sign In or Register to comment.